Apa alat tukar kerajaan tara negara? apakah msih sistem barter atau apa?
Sejarah
rzamfth
Pertanyaan
Apa alat tukar kerajaan tara negara?
apakah msih sistem barter atau apa?
apakah msih sistem barter atau apa?
1 Jawaban
-
1. Jawaban Hendrawan1705
Keramik Cina
Asia Tenggara—yang sejak abad belasan menjadi lintasan kapal-kapal dagang—merupakan jalur persimpangan Alat Tukar dan Pembayaran Kuno dari berbagai jenis. Lombard mencatat (2008: 158), kerang kauri, yang kebanyakan berasal dari Maladewa dan dari Borneo, terutama diedarkan oleh pelabuhan-pelabuhan Bengali (India) yang meneruskannya ke wilayah Arakan, Pegu, hingga Yunnan, yang diteruskan ke Siam. Marcopolo pada abad ke-13 mencatat adanya kerang sebagai alat pembayaran di Yunnan. Di timur Asia Tenggara, persebaran benda keramik asal Cina telah menggeser pemakaian benda dari perunggu.
Mengenai pemakaian benda perunggu sebagai Alat Tukar dan Pembayaran Kuno, di Pulau Alor masih terdapat transaksi yang menggunakan genderang perunggu (sejenis moko). Ini mengingatkan kita pada jenis budaya Dongsong, yang merupakan jejaring sosial-budaya yang sangat kuno.
Namun, lambat-laun pemakaian benda perunggu dilibas oleh kehadiran keramik. Keramik tersebut tentu bernilai tinggi, seperti tenpayan, pinggan seladon, dan mangkuk biru putih, baik yang tersebar di Filipina, Kalimantan, Sulawesi, maupun timur Indonesia. Di titik-titik tertentu di Kalimantan, kerimik Cina masih dipergunakan sebagai “mata uang”, sementara di wilayah pantainya, terutama di Kuching dan Pontianak, orang-orangnya masih membuat guci yang lalu dikumpulkan oleh orang Dayak pedalaman. Di “Pulau Dewata” Bali, pada awal abad ke-20 kepeng Cina masih dipakai sebagai mata uang dan selalu ditawarkan kepada para wisatawan untuk ditukarkan dengan uang rupiah.
Hingga kini, para kolektor benda seni, terutama dari Barat dan Jepang, begitu semangat berburu koleksi keramik dengan harga yang begitu tinggi; dan ini membuktikan bahwa nilai keramik tetap tak bergeser meski fungsinya bukan tidak lagi sebagai alat pembayaran nominal.
Alat Tukar dan Pembayaran Kuno; Kepeng Cina “Caixa” dan “Uang Perak”
Setelah “periode” benda perunggu dan keramik, selanjutnya giliran kepeng Cina mendominasi persebaran alat pembayaran. Kepeng Cina merupakan uang dari tembaga yang ditempa agar diperoleh bentuk khusus dengan lubang kecil di tengah-tengah diameternya. Lubang tersebut berfungsi untuk mengikat rangkaian kepeng. Idiom “setali tiga uang” memperlihatkan pada kita tentang fungsi lubang pada uang itu.
Kepeng logam Cina mulai menyebar ke Asia Tenggara bersamaan dengan majunya perniagaan Dinasti Sung (960-1279). Salah satu tempat yang banyak dibanjiri kepeng jenis ini adalah Jawa, di mana para pedagangnya berperan besar dalam jaringan perniagaan regional. Mata uang Cina ini beredar terutama di pesisir Jawa. Kendati begitu, kehadiran kepeng Cina ini tak serta merta merata dan langsung tersebar. Orang ketika itu melihatnya sebagai suatu cara untuk memperoleh komoditas yang sangat digemari, yakni tembaga (Lombard, 2008: 159).
Persebaran kepeng Cina di Nusantara berlaku terutama di daerah pesisir sebagai gerbang perniagaan. Para penjelajah Eropa dan teks Cina banyak mencatat keberadaan kepeng Cina sebagai alat pembayaran, terutama di Jawa. Kepeng Cina rupanya telah berlaku di Jawa pada abad ke-12 dan ke-13.
Dari sinilah kemungkinan besar dibuatnya mata uang pertama hasil “cetakan” orang Jawa, yang mengambil model dari kepeng Cina. Teks-teks dari Cina berulang kali menyebutkan adanya mata uang dari logam campuran yang dibuat di Jawa. Kronik Cina pertama yang menyebutkan hal itu adalah Lingwai Daida pada abad ke-12, dan Zhufan Zhi karya Zhao Rugua berkali-kali mengutip kalimat-kalimant dalam Lingwai Daida. Pada tahun 1349 kronik Cina lain yang berjudul Daoyi Zhileu memberitakan:
“Kebiasaan orang negeri itu (Jawa) adalah membuat uang logam dengan campuran perak, timah, timbel, dan tembaga yang dilebur menjadi satu …. Uang itu dinamakan ‘uang perak’.”
Pada abad ke-13, Zhao Rugua dalam karyanya, Zhufan Zhi, memberitakan bahwa para penyelundup mengekspor kepeng dari Cina secara rahasia, karena besarnya permintaan mata uang tersebut di Jawa. Pada 1433, Ma Huan, sekretaris Zheng He, menulis bahwa “mata uang tembaga Cina dengan cap dari pelbagai wangsa lazim dipakai di sana”.
intinya Kerajaan Masih Menggunakan Sistem barter